DPRD Ponorogo menganggap ada salah satu rumah sakit di Ponorogo yang dilegimitasi dengan BPJS itu diduga salah dalam proses pelaksanaanya. |
Sebagai pihak yang menyampaikan berbagai keluhan dan aspirasi masyarakat, DPRD Ponorogo menganggap ada salah satu rumah sakit di Ponorogo yang dilegimitasi dengan BPJS itu diduga salah dalam proses pelaksanaanya.
Perihal yang kurang mengenakkan ini dikatakan oleh Ketua DPRD Ponorogo, Sunarto. Pihaknya menjelaskan ada hak-hak yang selama ini ternyata tidak diterima oleh masyarakat sebagai peserta BPJS di salah satu rumah sakit tersebut.
Padahal, ketentuan legitimasi BPJS sudah jelas. Rumah Sakit mengklaim biaya dengan ketentuan dan ada pengumuman peraturan selisih biaya jika klaim tidak sesuai. "Diantaranya, rumah sakit tidak mengumumkan peraturan direktur terkait dengan selisih biaya yang ditanggung BPJS," terangnya, Senin (7/11/2022).
Menurut politikus Nasdem ini, seharusnya, setiap rumah sakit wajib mencantumkan peraturan direktur sesuai Permenkes nomor 51 tahun 2018.
Pihaknya juga sudah memastikan bagaimana dugaan pelanggaran tersebut terjadi. "Itu sudah saya pastikan. Kita meminta, agar rumah sakit memberikan haknya kepada masyarakat sesuai dengan pelayanan kesehatan dan ketentuan sebagai peserta BPJS," imbuhnya. Pihaknya menyatakan apabila hal ini tidak dilaksanakan, DPRD sebagai legislatif tentu akan menindaklanjutinya kepada rumah sakit yang melanggar dan akan dilakukan proses.
Kang Narto-sapaan akrabnya- juga meminta agar BPJS transparan dan tak memberikan keterangan yang tidak benar. Dalam penjelasan inasibijis (INA-CBG) itu, ketika pasien BPJS dari kelas I naik dirawat di VIP atau intinya naik dalam satu tingkat kelas (perawatan), itu memang pasien dibebani biaya 75% (dari inasibijis).
Sebagai contoh, ada pasien dari kelas III ingin mendapat perawatan di kelas II, sedangkan klaim -nya BPJS itu Rp 5 juta, sedangkan habisnya itu Rp 4 juta, maka berarti yang dibayar kekurangannya ini saja yakni sebesar Rp 1 juta.
Tak hanya itu, ada kasus lain yakni ada pasien dari kelas I lalu dirawat di VIP. Karena ruang kelas I penuh, ruangan dinaikkan pihak rumah sakit lantas rumah sakit juga tak melakukan pemberitahuan terlebih dahulu kepada pasien maupun keluarganya.
Jadi menurut Sunarto, seharusnya pihak rumah sakit memberikan kebijakan memberi tahu kelurga, apabila disetujui maka selisih harga bisa dibayarkan sesuai aturannya. "Tentu ini juga merupakan suatu langkah yang salah. Jika kelas I ruangannya penuh, maka sudah kewajiban rumah sakit memberikan perawatan di VIP dengan aturan biaya BPJS," bebernya.
Sebagai misal, kenyataan pembayaran dalam kasus kemarin itu ada pasien dirawat dengan klaim BPJS itu Rp 7,3 juta, sedangkan habisnya itu Rp 5 juta. Sedangkan rumah sakit meminta lagi kepada pasien untuk membayar 75% dari total biaya 7,3 juta.
Sehingga diduga rumah sakit tersebut menerima biaya dobel anggaran. "Kalau demikian, berarti rumah sakit menerima dobel anggaran, dari pasien dan dari klaim BPJS. Itu aturan yang salah, harusnya pasien hanya membayar kekurangannya itu saja," tandasnya.(Sw/Ny)
COMMENTS